Hidayatullah.com - Hidup Bahagia Tanpa TV (2)
Sabar.
Ah…, rasanya kata ini yang kerap kali hilang ketika kita memerintahkan
anak-anak kita untuk mendirikan shalat. Karena keinginan yang kuat agar
mereka menjadi anak-anak shalih yang mendoakan, kita haruskan mereka
melakukan shalat bahkan ketika usianya belum genap empat tahun. Karena
besarnya tekad agar mereka tidak mengabaikan shalat, kita memarahi
anak-anak dengan ucapan dan cubitan atas sebab kurang seriusnya mereka
shalat, padahal usianya baru saja memasuki lima tahun. Atau…, kita mudah
marah kepada mereka disebabkan kita tidak mau bersusah-payah berusaha?
Kita ingin memperoleh hasil yang cepat dengan usaha yang sedikit.
Apa
yang membuat para orangtua semakin menipis kesabarannya? Selain karena
lemahnya tujuan dan tidak adanya visi ke depan dalam mendidik anak,
banyaknya waktu menonton TV juga sangat berpengaruh. Selama menonton TV,
otak kita cenderung pasif. Ron Kauffman, pendiri situs TurnOffYourTV.com, menunjukkan
bahwa selama menonton TV pikiran dan badan kita bersifat pasif (berada
pada kondisi alfa). Tidak siap untuk berpikir. Jika keadaan ini terus
berlanjut, orangtua akan cenderung bersikap dan bertindak secara
reaktif. Bukan responsif. Mereka mudah marah ketika mendapati anak
melakukan apa yang dirasa mengganggu. Mereka juga mudah bertindak kasar
jika anak tidak segera melakukan apa yang diinginkan orangtua. Apalagi
jika sebelumnya mereka sudah memiliki kecenderungantemperamental,
semakin cepatlah mereka naik darah.
Di luar itu, secara alamiah
kita –anak-anak maupun dewasa—cenderung tidak siap melakukan pekerjaan
lain secara tiba-tiba jika sedang asyik melakukan yang lain. Kalau Anda
sedang asyik nonton pertandingan sepak bola, telepon dari bos Anda pun
bisa terasa sangat mengganggu. Apalagi kalau gangguan itu berupa
permintaan istri untuk membersihkan kamar mandi, keasyikan menonton
atraksi kiper menepis bola bisa membuat emosi Anda mendidih. Apatah lagi
jika gangguan itu datang dari rengekan anak Anda yang minta diantar
pipis…!
Jika menonton TV sudah menjadi bagian hidup orangtua yang
menyita waktu berjam-jam setiap harinya, pola perilaku yang reaktif,
impulsif dan emosional itu lama-lama menjadi karakter pengasuhan.
Semakin tinggi tingkat keasyikan orangtua menonton TV, semakin tajam
”kepekaan” mereka terhadap perilaku anak yang ”mengganggu” dan
”membangkang”. Akibatnya, semakin banyak keluh-kesah, kejengkelan dan
kemarahan yang meluap kepada anak-anak tak berdosa itu. Lebih
menyedihkan lagi kalau lingkaran negatif menumbuhkan keyakinan bahwa
anak-anak (sekarang) memang susah diatur.
Matikan TV Anda dan Berbahagialah
Satu
lagi masalah yang sering dihadapi orangtua: merasa tidak ada waktu
untuk mendampingi anak. Kesibukan selalu merupakan alasan klasik yang
membenarkan hampir semua kesalahan kita. Kita tidak punya waktu untuk
anak. Tetapi kita memiliki kesempatan untuk menonton TV begitu tiba di
rumah, karena orang sibuk memerlukan hiburan. Sebuah alasan yang sangat
masuk akal ketika istri tak lagi cukup untuk menghibur hati.
Nah.
Apakah
tidak ada jalan untuk membalik keadaan? Matikan TV dan hidupkan hati
Anda. Kalau Anda merasa benar-benar memerlukan TV, susun jadwalnya.
Pastikan Anda menonton, misalnya maksimal satu jam sehari semalam atau
setengah dari itu, dan tentukan Anda hanya melihat tayangan yang
benar-benar bergizi. Bukan cerita-cerita kosong yang tidak berarti.
Begitu
Anda mematikan TV dan mengalihkan hiburan dalam bentuk bercanda dengan
anak-istri, insyaAllah Anda akan mendapatkan beberapa keuntungan ganda
sekaligus. Anda mendapatkan waktu dan kesempatan untuk bercanda maupun
bercakap-cakap –bukan sekedar berbicara dengan orang-orang yang Anda
cintai; Anda juga menabung kesabaran; sekaligus Anda membangun kedekatan
hati dengan keluarga.
Ada perbedaan antara berbicara dengan
bercakap-cakap (ngobrol). Berbicara bersifat satu arah, sedangkan
ngobrol bersifat mengalir dimana kita saling mengajukan pertanyaan, tapi
bukan berupa tanya-jawab. Ngobrol membuat hati semakin dekat satu sama
lain. Ngobrol juga menjadikan perasaan kita lebih hidup. Tentu saja, apa
yang kita obrolkan juga berpengaruh.
Ya, bercakap-cakap dengan
obrolan yang baik. Inilah kenikmatan surga yang bisa kita hadirkan di
rumah kita tanpa harus mati terlebih dahulu. Pada saat ngobrol, kita
bisa memberi dukungan sekaligus dorongan positif bagi anak-anak kita.
Ini merupakan salah satu yang sangat mereka perlukan untuk mengembangkan
sense of competence (perasaan bahwa dirinya memiliki
kompetensi). Dukungan dan dorongan positif yang kita berikan di saat
yang tepat, sangat berperan untuk membangun diri dan percaya diri
mereka. Tetapi ini sulit sekali kita berikan kepada mereka jika
kesabaran tidak ada, waktu tidak punya dan keakraban tidak terjalin.
Kita berbicara kepada mereka, tetapi tidak berkomunikasi. Kita mendengar
suara mereka, tetapi tidak mendengarkan perkataan dan isi hatinya.
Sebabnya, otak kita sudah penat karena beban kerja dan tayangan TV yang
menyita energi otak kita. (baca juga : Hidup Bahagia Tanpa TV 1