Kartasura
- (25/10) Hari ini kamis 9 Dzulhijjah 1433 (25 Oktober 2012) suasana di depan
kantin sunyi senyap, tidak seperti biasanya. ada apa ya….?
Berdasarkan
surat edaran yang sudah dibagikan oleh masing-masing wali kelas, bahwa hari ini
peserta didik SDIT Ar-Risalah diharapkan untuk melaksanakan shoum sunnah
arafah. Seperti yang sudah dijelaskan oleh ustadz Ngadi, S. Pd I selaku kepala
sekolah ketika acara apel hari senin di halaman sekolah.
Puasa Arafah adalah puasa
yang jatuh pada tanggal 9 Dzulhijjah. Puasa Arafah dinamakan demikian
karena saat itu jamaah haji sedang wukuf di terik matahari di padang Arafah.
Puasa Arafah ini dianjurkan bagi mereka yang tidak berhaji. Sedangkan yang berhaji
tidak disyariatkan puasa ini.
Mengenai hari Arofah, Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا مِنْ يَوْمٍ أَكْثَرَ مِنْ
أَنْ يُعْتِقَ اللَّهُ فِيهِ عَبْدًا مِنَ النَّارِ مِنْ يَوْمِ عَرَفَةَ
وَإِنَّهُ لَيَدْنُو ثُمَّ يُبَاهِى بِهِمُ الْمَلاَئِكَةَ فَيَقُولُ مَا أَرَادَ
هَؤُلاَءِ
“Di antara hari yang Allah
banyak membebaskan seseorang dari neraka adalah hari Arofah. Dia akan mendekati
mereka lalu akan menampakkan keutamaan mereka pada para malaikat. Kemudian
Allah berfirman: Apa yang diinginkan oleh mereka?” (HR. Muslim)
Ibnu Rajab Al Hambali mengatakan, “Hari Arofah
adalah hari pembebasan dari api neraka. Pada hari itu, Allah akan membebaskan
siapa saja yang sedang wukuf di Arofah dan penduduk negeri kaum muslimin yang
tidak melaksanakan wukuf. Oleh karena itu, hari setelah hari Arofah –yaitu hari
Idul Adha- adalah hari ‘ied bagi kaum muslimin di seluruh dunia. Baik yang
melaksanakan haji dan yang tidak melaksanakannya sama-sama akan mendapatkan
pembebasan dari api neraka dan ampunan pada hari Arofah.” (Lathoif Al Ma’arif,
482)
Mengenai keutamaan puasa Arafah disebutkan dalam
hadits Abu Qotadah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
صِيَامُ يَوْمِ عَرَفَةَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ
أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِى قَبْلَهُ وَالسَّنَةَ الَّتِى بَعْدَهُ
وَصِيَامُ يَوْمِ عَاشُورَاءَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ
الَّتِى قَبْلَهُ
“Puasa Arofah dapat menghapuskan dosa setahun
yang lalu dan setahun akan datang. Puasa Asyuro (10 Muharram) akan menghapuskan
dosa setahun yang lalu.” (HR. Muslim).
Ini menunjukkan bahwa puasa Arafah adalah di
antara jalan untuk mendapatkan pengampunan di hari Arafah. Hanya sehari puasa,
bisa mendapatkan pengampunan dosa untuk dua tahun. Luar biasa fadhilahnya ...
Hari Arafah pun merupakan waktu mustajabnya do’a
sebagaimana disebutkan dalam hadits,
خَيْرُ الدُّعَاءِ دُعَاءُ يَوْمِ عَرَفَةَ
وَخَيْرُ مَا قُلْتُ أَنَا وَالنَّبِيُّونَ مِنْ قَبْلِى لاَ إِلَهَ إِلاَّ
اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى
كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ
“Sebaik-baik do’a adalah do’a pada hari
Arofah. Dan sebaik-baik yang kuucapkan, begitu pula diucapkan oleh para Nabi
sebelumku adalah ucapan “Laa ilaha illallah wahdahu laa syarika lah, lahul
mulku walahul hamdu wa huwa ‘ala kulli sya-in qodiir (Tidak ada sesembahan yang
berhak disembah kecuali Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya. Miliki-Nya
segala kerajaan, segala pujian dan Allah yang menguasai segala sesuatu)”.”
(HR. Tirmidzi, hasan)
Tip untuk melatih anak berpuasa
seperti
halnya watak anak atau keadaan psikoligis anak yang berbeda-beda, latihan untuk
membiasakan anak berpuasan pun tidak sama untuk setiap anak. Mengapa? karena
keadaan psikologis anak yang sangat berpengaruh terhadap latihan berpuasa.
sekali
lagi puasa adalah ibadah yang perlu dorongan kesadaran diri yang kuat dari
internal diri si anak. jika anak itu memang tidak niat berpuasa
latihahn-latihan yang kita berikan akan sulit menunjukkan hasil atau bahkan
gagal. sementara itu, keadaan psikologis akan sangat berpengaruh terhadap “niat”
dan “kesadaran diri” si anak (anneahira.com).
Perintah kepada Anak tidak hanya untuk Mengerjakan
Shalat dan Puasa
Akan tetapi, juga menjadi kewajiban para orang
tua atau sekolah untuk memandu mereka melaksanakan amalan ketaatan lainnya.
Tujuannya, agar mereka terbiasa dan terlatih untuk melakukannya sebelum mereka
memasuki usia aqil baligh. Bertalian dengan hadits Rubayyi’ binti Mu’awwidz:
Rasulullah mengutus untuk mengumumkan pada pagi
hari asyura’ di wilayah kaum Anshar yang berada di sekitar kota Madinah.
من كان أصبح صائما
فليتمّ صومه ومن كان أصبح مفطرا فليتمّ بقية يومه
‘Barang siapa yang pagi hari ini berpuasa,
hendaklah menyelesaikannya. Barang siapa yang tidak berpuasa, hendaknya menahan
(makan dan minum) sampai malam.’
Imam An-Nawawi menarik sebuah kesimpulan, “Dalam
hadits ini tersirat pelatihan bagi anak untuk mengerjakan amalan ketaatan dan
membiasakan mereka untuk beribadah walau mereka bukan mukallaf.” (Syarh
An-Nawawi, 8:14)
Terbukti, para shahabat dahulu sangat antusias
untuk mengikutsertakan anak-anak mereka dalam ketaatan serta melatih dan
membiasakan mereka dalam ketaatan. Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata, “Ibnu Sa’d dan
lainnya meriwayatkan dengan sanad shahih dari Ibnu ‘Abbas; beliau berkata,
“Tanyailah aku tentang tafsir, sesungguhnya aku telah menghafal Alquran pada
usia dini.” (Fathul Bari, 9:84)
Ringkasnya, anak-anak diperintahkan untuk
mengerjakan amal ketaatan supaya mereka terbiasa dan bersimpati sebelum
menginjak usia baligh. Dengan demikian, mereka akan mudah melaksanakannya saat
berusia baligh. (Januar/Bilal)